Selasa, 27 Agustus 2013

Contoh Cerpen

Aku Tak Suka Dijahili


Tengah hari ini, di Batam pada musim seperti ini adalah saat-saat paling panas. Matahari yang tepat ditengah-tengah langit Batam sedang asyik memancarkan sinar panasnya. Akulah salah satu benda yang disinari matahari. Menapaki jalan yang meliuk-liuk keatas dan kebawah.  Belum lagi hawa kering yang membuatku semakin merasa kehausan.
Riri, begitulah teman-temanku memanggilku. Nama lengkapku, Riri Ariani. Aku dijuluki si pendiam karena memang aku ini tertutup dengan kehidupan pribadiku.
Sampai di rumah aku mendinginkan tubuhku. Tegukan air dingin menyejukkan tubuh. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Sudah tak sabar lagi untuk membaca komik kesukaanku. Begitu selesai mengerjakan PR, aku langsung menyambar komik Detektif Conan yang tadi kupinjam. Kupinjam dengan susah payah karena kami-para penggemar komik itu- saling berebutan siapa yang pertama meminjamnya.
Aku tak ingin diganggu. Kusempatkan mengunci kamarku. Segera mengambil posisi yang paling nyaman untuk berlama-lama membaca. Saat membacanya, pikiranku pun melayang membayangkan jika aku berada ditengah-tengah Conan.
Memang, saat seru-serunya membaca, ada saja yang menggangguku. HP ku memekik keras. Kulihat ada yang menelpon. Tapi aku tak mengenal nomor ini. Belum kuangkat, HP ku sudah diam.
Ku kirim SMS padanya.
“Maaf, ini siapa ya?  Tadi kok nelpon? Ada apa?”      
Dia membalas SMS-ku. Tapi dalam SMS-nya dia tidak mau mengakui siapa dirinya. Omongannya semakin berbelit-belit. Dia lihai sekali dalam menjaili aku.
Kutanyakan saja hal ini pada teman sekelasku Dinda. Aku kaget mendengar bahwa Dika lah pelakunya. Setahuku, Dika anak yang pendiam, dan tertutup.
“Maaf, aku ngerjain kamu, Ri.  Soalnya aku lagi bosen nih.” 
Aku baru tahu bahwa anak pendiam dan tertutup seperti itu pun masih ada keinginan untuk ngerjain orang.
Itulah awal kedekatanku dengan Dika. Kami sering SMS-an. Untuk pertama kalinya setiap saat aku selalu membawa HP. Selalu siaga jika aku ingin SMS-an dengannya atau dia duluan yang mengirim SMS.

Aku tak menyadarinya, mungkin Dika juga. Lama-kelaman kami dekat. Aku dan Dika sudah seperti sahabat. Di sekolah kami tidak terlihat seperti teman dekat. Bahkan kami jarang berbicara secara langsung. Tak satupun dari teman maupun sahabatku yang mengetahui tentang  ini.
Semakin lama kami saling mengenal. Selain baik dan pintar, ternyata dia lumayan bijak. Dika suka sekali menggambar. ‘Aku jadi ingin melihat gambarnya’. Kemampuan bahasa Inggrisnya juga bagus. Dika senang sekali mengirimkan kata-kata mutiara berbahasa Inggris padaku. Aku jadi kagum padanya.
Dika dikelas berteman dengan tiga kawannya. Hanya aku sendiri yang menjuluki dan  menyebut mereka sebagai  empat serangkai. Yang pertama Ian, Ian bertubuh kurus dan tinggi dengan sifatnya yang humoris. Aku dan Ian dekat karena awalnya sering berdebat dalam hal memeriksa pekerjaan rumah. Sama dengan Ian, Putra juga humoris. Di empat serangkai, hanya Ricky yang tidak dekat denganku. Hanya Dika lah yang tubuhnya paling kecil diantara empat serangkai. Bahkan tingginya hampir sama dengan tinggiku.
Sementara dikelas aku berteman dengan para penggemar komik Detektif Conan. Yang paling dekat denganku adalah Viona.

Malam ini aku mengerjakan pekerjaan rumah yang cukup banyak dan melelahkan. Hari ini sepertinya Dika tidak mengirim SMS untukku. Justru ada nomor asing yang mengirim SMS.
Ternyata nomor asing itu milik temanku Viona. Dia mengaku bahwa akan mengerjai Dika dengan nomor barunya. Itu adalah sesuatu yang aneh. Viona bukanlah orang yang hobi menjaili. Tapi mungkin dia ingin balas perbuatan Dika yang pernah mengerjainya lewat SMS.
Kali ini Viona banyak bertanya tentang pengalaman menyenangkan, menyedihkan dan memalukan padaku. Tentu saja aku tidak berfikir dua kali untuk menceritakannya. Walaupun aku tidak ingin ada yang mengetahuinya, tapi Viona adalah sahabatku. Bagaimana pun juga aku tidak malu untuk menceritakan padanya.
Ada hal yang membuatku curiga.  Pertama, Viona hari ini bertanya banyak hal tentangku. Kedua, Viona bertanya bagaimana pendapatku tentang Dika. Dia ingin mengerjai Dika. Tapi, tidak ada seorangpun yang tahu kedekatan kami. Sepertinya ini bukan Viona. Tapi gaya SMS-nya mirip.
Segera ku tutup rapat-rapat semua kecurigaanku pada Viona. Aku pun tertarik dengan ajakan Viona untuk mengerjai Dika. Karena besok hari libur, Viona menyuruhku untuk membeli nomor baru.

.Pagi-pagi aku sudah membeli nomor baru. Dengan pulsa Rp 5000 sudah cukup untuk menjaili Dika.
Segera aku mengirim SMS pada Viona dengan nomor lamanya.
“Jadi kan rencana kita?”
“Rencana apa nih?”
Jawaban Viona membuatku was-was. Takut bahwa kecurigaanku tadi malam benar. Lalu ku ceritakan tentang SMS tadi malam. Viona mengaku bahwa tadi malam dia tidak ada mengirim SMS padaku.
Ternyata yang tadi malam adalah Viona palsu! Tubuhku terasa lemas. Dalam hatiku, ‘siapakah yang berani mengorek-ngorek habis tentangku semalam?’ Perasaan malu dan marah bercampur di benakku. Aku menceritakan rahasiaku sendiri kepada orang yang tidak jelas identitasnya itu.
Rasa maluku memuncak ketika aku mengingat-ngingat apa saja yang ku beritahu Viona palsu itu. Lalu timbul rasa marahku yang merasa dibohongi. ‘Siapa gerangan identitas Viona palsu itu?’
Aku mulai berfikir. Mungkin saja teman-teman perempuanku yang iseng kepadaku. Kukirimkan SMS pada mereka. Dan tak satupun dari balasan  mereka menunjukkan dirinya Viona palsu.
Semakin dipikirkan, bisa saja diantara empat serangkai ada pelakunya. Mereka punya beberapa alasan besar untuk mengerjaiku. Tapi, aku tak bisa mencurigai Ricky. Karena Ricky memiliki kepribadian yang dingin. Bicara padaku saja bisa dihitung pakai jari. Mustahil kalau Ricky yang melakukan.
Orang kedua adalah Ian dan Putra. Di kelas mereka sering menjailiku. Ada-ada saja hal iseng yang dilakukannya. Berhubung hari ini hari libur, aku ingin bertanya beberapa hal kepada mereka lewat SMS. Mereka bukannlah Viona palsu itu. Tapi kecurigaanku terhadap mereka salah. Terlalu tak mungkin jika mereka yang melakukannya.
Dugaan terakhir, yaitu Dika. Diantara semua orang hanya Dika orang yang paling kucurigai. Dikalah yang paling dekat denganku. Bisa saja Dika penasaran tentangku yang tak pernah mau cerita jika aku sedang punya masalah. kalau memang Dika Viona palsu itu, entah apa yang harus kukatakan jika dia bertanya tentang pertanyaan-pertanyaan yang pernah dilontarkannya kepadaku saat dia menyamar menjadi Viona.
Sangking penasarannya, kuberanikan diriku untuk mengirim SMS pada Viona palsu itu.
“Kamu bukan Viona kan? Sudah jujur saja. Katakan siapa dirimu?”
“Oh, ternyata aku sudah ketahuan.”
Kata-kata itu membuatku geram. Membuat rasa penasaranku naik ke tingkat paling tinggi. Aku berusaha bersabar menghadapi Viona palsu ini sampai dia mengakui identitas aslinya. Aku putuskan untuk tidak lagi menghiraukan kiriman SMS-nya.

            Hari ini ku awali hari dengan olahraga ringan. Berlari cepat dengan memperhatikan setiap rintangan. Menghindari tanah becek, batu-batu besar, atau hal lain yang bisa memperlambat gerakku.  Yak, tinggal lari sedikit lagi aku sudah selamat -tidak terlambat- sampai disekolah.
            Tiba di kelas aku terenggah-enggah. Viona menyodorkan segelas air mineral kepadaku. Tiba-tiba Ian datang mendekatiku dan mengejekku karena aku datang terlambat lagi. Seketika aku teringat tentang Viona palsu yang mengerjaiku kemarin.
            Kecurigaanku terhadap Dika belum hilang. Seperti biasa, aku malas berbicara langsung dengannya. Aku enggan bertanya langsung padanya. Segera ku lupakan saja si Viona palsu itu.
            Sepulang dari sekolah aku mendapat kiriman SMS dari Viona palsu itu. Berisi kata-kata mutiara berbahasa Inggris. Kudapati SMS seperti itu setiap hari. Tetap saja kuhiraukan. Aku tak peduli lagi siapa Viona palsu itu.
            Tepat seminggu kemudian Viona palsu mengirim SMS padaku.
            “Nyerah nih ceritanya?”
            “Siapa yang nyerah?”
            “Buktinya, enggak pernah balas SMS ku lagi.”
            “Sudah cukup. Siapa dirimu?”
            Setelah itu dia tidak membalas SMS ku lagi. Terpikir olehku untuk mengirim SMS pada Dika. Awalnya aku langsung menuduh Dika yang berperan sebagai Viona palsu itu. Tapi sepertinya Dika agak merajuk. Karena malu telah menuduh, kuhilangkan semua kecurigaanku terhadapnya. Aku menceritakan kejadian menyebalkan itu dan meminta agar Dika mau membantu memecahkan masalah ini.
           

Keesokan harinya, Viona palsu mengirimkan SMS padaku.
            “Kalau kamu memang benar-benar ingin tahu aku siapa, hari ini di sekolah jam sepuluh aku tunggu di kantin. Tapi kamu harus janji jangan marah sama aku.”
            “Iya janji. Aku datang.”
            Sesampainya di sekolah aku memasang mataku baik-baik. Ku usahakan setajam mungkin. Memperhatikan setiap orang yang lalu lalang di kantin.
            Sudah jam sepuluh. Sudah waktunya untuk mengetahui kebenaran identitas Viona palsu. Aku mengajak Viona dan yang lain untuk ke kantin. Aku takut datang sendirian ke kantin. Takut-takut si Viona palsu menertawaiku terbahak-bahak.
            Aku sudah berada di kantin. Walaupun tidak terlalu ramai,  tetap saja aku tidak bisa menentukan siapa Viona palsu itu.
            Aku putuskan untuk mengirimkan SMS pada Viona palsu.
            “Kamu dimana? Aku sudah di kantin nih. Kamu yang mana sih?”
            “ Aku orang yang lagi duduk di samping Ian.”
            Mataku langsung menatap sekitar mencari-cari keberadaan Ian. Akhirnya mataku menemukan Ian. Seseorang yang sedang duduk disampingya sambil menatap HP yang di tangannya adalah DIKA.
            Perasaan malu dan marah langsung menyergapku. Suasana yang tadinya tegang berubah menjadi suram. Aku ingin pergi dari tempat ini sejauh mungkin.
            Dika mengirimkan SMS berkali-kali padaku. Dia meminta maaf atas keisengannya yang telah membuatku marah. SMS-nya tidak ku balas.

            Karena tak tega, ku hapuskan semua rasa marahkudan memaafkannya. Alasannya menjailiku adalah karena mengamalkan kata-kataku. ‘Sebelum pergi dari Batam, puas-puasin dulu dong. Baru bisa lega pergi ke Bandung’  Aku hanya tertawa kecil membacanya.