Aku Tak Suka Dijahili
Tengah
hari ini, di Batam pada musim seperti ini adalah saat-saat paling panas.
Matahari yang tepat ditengah-tengah langit Batam sedang asyik memancarkan sinar
panasnya. Akulah salah satu benda yang disinari matahari. Menapaki jalan yang
meliuk-liuk keatas dan kebawah. Belum
lagi hawa kering yang membuatku semakin merasa kehausan.
Riri,
begitulah teman-temanku memanggilku. Nama lengkapku, Riri Ariani. Aku dijuluki
si pendiam karena memang aku ini tertutup dengan kehidupan pribadiku.
Sampai
di rumah aku mendinginkan tubuhku. Tegukan air dingin menyejukkan tubuh. Tiba-tiba
aku teringat sesuatu. Sudah tak sabar lagi untuk membaca komik kesukaanku.
Begitu selesai mengerjakan PR, aku langsung menyambar komik Detektif Conan yang
tadi kupinjam. Kupinjam dengan susah payah karena kami-para penggemar komik itu-
saling berebutan siapa yang pertama meminjamnya.
Aku
tak ingin diganggu. Kusempatkan mengunci kamarku. Segera mengambil posisi yang paling
nyaman untuk berlama-lama membaca. Saat membacanya, pikiranku pun melayang
membayangkan jika aku berada ditengah-tengah Conan.
Memang,
saat seru-serunya membaca, ada saja yang menggangguku. HP ku memekik keras.
Kulihat ada yang menelpon. Tapi aku tak mengenal nomor ini. Belum kuangkat, HP
ku sudah diam.
Ku
kirim SMS padanya.
“Maaf, ini siapa
ya? Tadi kok nelpon? Ada apa?”
Dia
membalas SMS-ku. Tapi dalam SMS-nya dia tidak mau mengakui siapa dirinya. Omongannya
semakin berbelit-belit. Dia lihai sekali dalam menjaili aku.
Kutanyakan
saja hal ini pada teman sekelasku Dinda. Aku kaget mendengar bahwa Dika lah
pelakunya. Setahuku, Dika anak yang pendiam, dan tertutup.
“Maaf, aku ngerjain
kamu, Ri. Soalnya aku lagi bosen nih.”
Aku
baru tahu bahwa anak pendiam dan tertutup seperti itu pun masih ada keinginan
untuk ngerjain orang.
Aku
tak menyadarinya, mungkin Dika juga. Lama-kelaman kami dekat. Aku dan Dika
sudah seperti sahabat. Di sekolah kami tidak terlihat seperti teman dekat.
Bahkan kami jarang berbicara secara langsung. Tak satupun dari teman maupun
sahabatku yang mengetahui tentang ini.
Semakin
lama kami saling mengenal. Selain baik dan pintar, ternyata dia lumayan bijak.
Dika suka sekali menggambar. ‘Aku jadi ingin melihat gambarnya’. Kemampuan
bahasa Inggrisnya juga bagus. Dika senang sekali mengirimkan kata-kata mutiara
berbahasa Inggris padaku. Aku jadi kagum padanya.
Dika
dikelas berteman dengan tiga kawannya. Hanya aku sendiri yang menjuluki dan menyebut mereka sebagai empat serangkai. Yang pertama Ian, Ian
bertubuh kurus dan tinggi dengan sifatnya yang humoris. Aku dan Ian dekat
karena awalnya sering berdebat dalam hal memeriksa pekerjaan rumah. Sama dengan
Ian, Putra juga humoris. Di empat serangkai, hanya Ricky yang tidak dekat
denganku. Hanya Dika lah yang tubuhnya paling kecil diantara empat serangkai.
Bahkan tingginya hampir sama dengan tinggiku.
Sementara
dikelas aku berteman dengan para penggemar komik Detektif Conan. Yang paling
dekat denganku adalah Viona.
Malam
ini aku mengerjakan pekerjaan rumah yang cukup banyak dan melelahkan. Hari ini sepertinya
Dika tidak mengirim SMS untukku. Justru ada nomor asing yang mengirim SMS.
Ternyata
nomor asing itu milik temanku Viona. Dia mengaku bahwa akan mengerjai Dika
dengan nomor barunya. Itu adalah sesuatu yang aneh. Viona bukanlah orang yang
hobi menjaili. Tapi mungkin dia ingin balas perbuatan Dika yang pernah
mengerjainya lewat SMS.
Kali
ini Viona banyak bertanya tentang pengalaman menyenangkan, menyedihkan dan
memalukan padaku. Tentu saja aku tidak berfikir dua kali untuk menceritakannya.
Walaupun aku tidak ingin ada yang mengetahuinya, tapi Viona adalah sahabatku.
Bagaimana pun juga aku tidak malu untuk menceritakan padanya.
Ada
hal yang membuatku curiga. Pertama,
Viona hari ini bertanya banyak hal tentangku. Kedua, Viona bertanya bagaimana
pendapatku tentang Dika. Dia ingin mengerjai Dika. Tapi, tidak ada seorangpun
yang tahu kedekatan kami. Sepertinya ini bukan Viona. Tapi gaya SMS-nya mirip.
.Pagi-pagi
aku sudah membeli nomor baru. Dengan pulsa Rp 5000 sudah cukup untuk menjaili
Dika.
Segera
aku mengirim SMS pada Viona dengan nomor lamanya.
“Jadi kan rencana kita?”
“Rencana apa nih?”
Jawaban
Viona membuatku was-was. Takut bahwa kecurigaanku tadi malam benar. Lalu ku
ceritakan tentang SMS tadi malam. Viona mengaku bahwa tadi malam dia tidak ada
mengirim SMS padaku.
Ternyata
yang tadi malam adalah Viona palsu! Tubuhku terasa lemas. Dalam hatiku,
‘siapakah yang berani mengorek-ngorek habis tentangku semalam?’ Perasaan malu
dan marah bercampur di benakku. Aku menceritakan rahasiaku sendiri kepada orang
yang tidak jelas identitasnya itu.
Rasa
maluku memuncak ketika aku mengingat-ngingat apa saja yang ku beritahu Viona
palsu itu. Lalu timbul rasa marahku yang merasa dibohongi. ‘Siapa gerangan
identitas Viona palsu itu?’
Aku
mulai berfikir. Mungkin saja teman-teman perempuanku yang iseng kepadaku.
Kukirimkan SMS pada mereka. Dan tak satupun dari balasan mereka menunjukkan dirinya Viona palsu.
Semakin
dipikirkan, bisa saja diantara empat serangkai ada pelakunya. Mereka punya
beberapa alasan besar untuk mengerjaiku. Tapi, aku tak bisa mencurigai Ricky.
Karena Ricky memiliki kepribadian yang dingin. Bicara padaku saja bisa dihitung
pakai jari. Mustahil kalau Ricky yang melakukan.
Orang
kedua adalah Ian dan Putra. Di kelas mereka sering menjailiku. Ada-ada saja hal
iseng yang dilakukannya. Berhubung hari ini hari libur, aku ingin bertanya
beberapa hal kepada mereka lewat SMS. Mereka bukannlah Viona palsu itu. Tapi
kecurigaanku terhadap mereka salah. Terlalu tak mungkin jika mereka yang
melakukannya.
Dugaan
terakhir, yaitu Dika. Diantara semua orang hanya Dika orang yang paling
kucurigai. Dikalah yang paling dekat denganku. Bisa saja Dika penasaran
tentangku yang tak pernah mau cerita jika aku sedang punya masalah. kalau
memang Dika Viona palsu itu, entah apa yang harus kukatakan jika dia bertanya
tentang pertanyaan-pertanyaan yang pernah dilontarkannya kepadaku saat dia
menyamar menjadi Viona.
Sangking
penasarannya, kuberanikan diriku untuk mengirim SMS pada Viona palsu itu.
“Kamu bukan Viona kan?
Sudah jujur saja. Katakan siapa dirimu?”
“Oh, ternyata aku sudah
ketahuan.”
Kata-kata
itu membuatku geram. Membuat rasa penasaranku naik ke tingkat paling tinggi.
Aku berusaha bersabar menghadapi Viona palsu ini sampai dia mengakui identitas
aslinya. Aku putuskan untuk tidak lagi menghiraukan kiriman SMS-nya.
Hari ini ku awali hari dengan
olahraga ringan. Berlari cepat dengan memperhatikan setiap rintangan.
Menghindari tanah becek, batu-batu besar, atau hal lain yang bisa memperlambat
gerakku. Yak, tinggal lari sedikit lagi
aku sudah selamat -tidak terlambat- sampai disekolah.
Tiba di kelas aku terenggah-enggah.
Viona menyodorkan segelas air mineral kepadaku. Tiba-tiba Ian datang
mendekatiku dan mengejekku karena aku datang terlambat lagi. Seketika aku
teringat tentang Viona palsu yang mengerjaiku kemarin.
Kecurigaanku terhadap Dika belum
hilang. Seperti biasa, aku malas berbicara langsung dengannya. Aku enggan
bertanya langsung padanya. Segera ku lupakan saja si Viona palsu itu.
Sepulang dari sekolah aku mendapat
kiriman SMS dari Viona palsu itu. Berisi kata-kata mutiara berbahasa Inggris.
Kudapati SMS seperti itu setiap hari. Tetap saja kuhiraukan. Aku tak peduli
lagi siapa Viona palsu itu.
Tepat seminggu kemudian Viona palsu
mengirim SMS padaku.
“Nyerah
nih ceritanya?”
“Siapa
yang nyerah?”
“Buktinya,
enggak pernah balas SMS ku lagi.”
“Sudah
cukup. Siapa dirimu?”
Setelah
itu dia tidak membalas SMS ku lagi. Terpikir olehku untuk mengirim SMS pada
Dika. Awalnya aku langsung menuduh Dika yang berperan sebagai Viona palsu itu.
Tapi sepertinya Dika agak merajuk. Karena malu telah menuduh, kuhilangkan semua
kecurigaanku terhadapnya. Aku menceritakan kejadian menyebalkan itu dan meminta
agar Dika mau
membantu
memecahkan masalah ini.
Keesokan
harinya, Viona palsu mengirimkan SMS padaku.
“Kalau
kamu memang benar-benar ingin tahu aku siapa, hari ini di sekolah jam sepuluh aku
tunggu di kantin. Tapi kamu harus janji jangan marah sama aku.”
“Iya
janji. Aku datang.”
Sesampainya di sekolah aku memasang mataku baik-baik. Ku
usahakan setajam mungkin. Memperhatikan setiap orang yang lalu lalang di
kantin.
Sudah jam sepuluh. Sudah waktunya untuk mengetahui
kebenaran identitas Viona palsu. Aku mengajak Viona dan yang lain untuk ke
kantin. Aku takut datang sendirian ke kantin. Takut-takut si Viona palsu menertawaiku
terbahak-bahak.
Aku sudah berada di kantin. Walaupun tidak terlalu
ramai, tetap saja aku tidak bisa
menentukan siapa Viona palsu itu.
Aku putuskan untuk mengirimkan SMS pada Viona palsu.
“Kamu dimana? Aku
sudah di kantin nih. Kamu yang mana sih?”
“ Aku orang yang lagi duduk di
samping Ian.”
Mataku langsung menatap sekitar mencari-cari keberadaan
Ian. Akhirnya mataku menemukan Ian. Seseorang yang sedang duduk disampingya
sambil menatap HP yang di tangannya adalah DIKA.
Perasaan malu dan marah langsung menyergapku. Suasana
yang tadinya tegang berubah menjadi suram. Aku ingin pergi dari tempat ini
sejauh mungkin.
Dika mengirimkan SMS berkali-kali padaku. Dia meminta
maaf atas keisengannya yang telah membuatku marah. SMS-nya tidak ku balas.
Karena
tak tega, ku hapuskan semua rasa marahkudan memaafkannya. Alasannya menjailiku
adalah karena mengamalkan kata-kataku. ‘Sebelum pergi dari Batam, puas-puasin
dulu dong. Baru bisa lega pergi ke Bandung’
Aku hanya tertawa kecil membacanya.
WOWOWOWOOWWOOWOWOw kayaknya kisah nyata nih nur? HAHHAHAHAHAHHAHAHAHHA
BalasHapus